meneladani perjuangan tokoh proklamasi "Frans Sumarto Mendur"
KELOMPOK 11 : Frans
Sumarto Mendur
ANGGOTA
:
1.
Berlian
Indah Kusumaningrum (07)
2.
Fajarwati
Sumardi Putri (14)
3.
Kenadya
Aisyah Almas (16)
XI IPS 1
Peran Serta Keteladanan
Sosok Frans Sumarto Mendur
Frans
Soemarto Mendur (lahir tahun 1913
– meninggal tahun 1971
pada umur 57/58 tahun) adalah salah satu dari para fotografer yang mengabadikan
detik-detik proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17
Agustus 1945.
Bersama saudara kandungnya, Alex
Mendur, mereka turut mengabadikan persitiwa
bersejarah ini
Kisah
Frans Sumarto Mendur dan kakaknya Alex Impurung Mendur Menjelang detik-detik
Proklamasi
Suatu pagi di bulan puasa, 17 Agustus 1945. Frans
Sumarto Mendur mendengar kabar dari sumber di harian Asia Raya bahwa ada
peristiwa penting di kediaman Soekarno. Alexius Impurung Mendur, abangnya yang
menjabat kepala bagian fotografi kantor berita Jepang Domei, mendengar
kabar serupa. Kedua Mendur bersaudara ini lantas membawa kamera mereka dan
mengambil rute terpisah menuju kediaman Soekarno.
(Frans
Sumarto Mendur “kanan” dan Alex Impurung Mendur “kiri”)
Kendati
Jepang telah mengaku kalah pada sekutu beberapa hari sebelumnya, kabar tersebut
belum diketahui luas di Indonesia. Radio masih disegel Jepang dan bendera
Hinomaru masih berkibar di mana-mana. Patroli tentara Jepang masih berkeliaran
danbersenjatalengkap.
Dengan mengendap-endap, Mendur bersaudara berhasil merapat ke rumah di Jalan
Pegangsaan Timur Nomor 56, Cikini, Jakarta, tatkala jam masih menunjukkan pukul
05.00 pagi.
Pukul 08.00, Soekarno masih tidur di kediamannya
lantaran gejala malaria. Soekarno juga masih lelah sepulang begadang merumuskan
naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda, Jalan Imam Bonjol Nomor 1. Dibangunkan
dokternya untuk minum obat, Soekarno lantas tidur lagi dan bangun pukul 09.00.
Di Jakarta, pukul 10.00 pada hari Jumat pagi itu
Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Upacara
proklamasi kemerdekaan berlangsung sederhana, tanpa protokol. Hanya Mendur
bersaudara yang hadir sebagai fotografer pengabadi peristiwa bersejarah
Indonesia.
Frans berhasil mengabadikan tiga foto, dari tiga frame
film yang tersisa. Foto pertama, Soekarno membaca teks proklamasi. Foto kedua,
pengibaran bendera Merah Putih oleh Latief Hendraningrat, anggota PETA (Pembela
Tanah Air). Foto ketiga, suasana upacara dan para pemuda yang menyaksikan
pengibaran bendera.
(tiga foto yang berhasil Frans Sumarto Mendur
abadikan)
Foto karya Frans Mendur yang
mengabadikan detik-detik proklamasi Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur Nomor
56, Cikini, Jakarta, 17 Agustus 1945. Kiri, pengibaran bendera Merah Putih oleh
Latief Hendraningrat, anggota PETA (Pembela Tanah Air). Kanan, suasana upacara
dan para pemuda yang menyaksikan pengibaran bendera.
Diburu tentara Jepang
Usai upacara, Mendur bersaudara bergegas meninggalkan
kediaman Soekarno. Tentara Jepang memburu mereka. Alex Mendur tertangkap,
tentara Jepang menyita foto-foto yang baru saja dibuat dan memusnahkannya.
Adiknya, Frans Mendur, berhasil meloloskan diri.
Negatif foto dikubur di tanah dekat sebuah pohon di halaman belakang kantor
harian Asia Raya. Tentara Jepang mendatanginya, tapi Frans mengaku
negatif foto sudah diambil Barisan Pelopor.
(Kamera yang
digunakan kala itu)
Meski negatif foto selamat, perjuangan mencuci dan mencetak foto itu pun
tak mudah. Mendur bersaudara harus diam-diam menyelinap di malam hari, memanjat
pohon dan melompati pagar di samping kantor Domei, yang sekarang kantor Antara.
Negatif foto lolos dan dicetak di sebuah lab foto. Risiko bagi Mendur
bersaudara jika tertangkap tentara Jepang adalah penjara, bahkan hukuman mati.
Tanpa foto karya Frans Mendur, maka proklamasi Indonesia tak akan
terdokumentasikan dalam bentuk foto.
Proklamasi kemerdekaan Indonesia hanya diberitakan
singkat di harian Asia Raya, 18 Agustus 1945. Tanpa foto karena telah
disensor Jepang.
Setelah proklamasi kemerdekaan, pada bulan September
1945, fotografer-fotografer muda Indonesia bekas fotografer Domei di Jakarta
dan Surabaya mendirikan biro foto di kantor berita Antara.
Tanggal 1 Oktober 1945, BM Diah dan wartawan-wartawan eks harian Asia Raya
merebut percetakan De Unie dan mendirikan Harian Merdeka. Alex
Mendur pun pindah ke Harian Merdeka. Foto bersejarah proklamasi
kemerdekaan Indonesia karya Frans Mendur tersebut baru bisa dipublikasikan
pertama kali pada 20 Februari 1946 di halaman muka Harian Merdeka.
Setahun setelah kepindahan ke Harian Merdeka,
kakak-beradik Frans dan Alex Mendur menggagas pendirian Indonesia Press
Photo Service, disingkat IPPHOS. Turut mendirikan biro foto pertama
Indonesia tersebut, kakak-beradik Justus dan Frank “Nyong” Umbas, Alex
Mamusung, dan Oscar Ganda. IPPHOS berkantor di Jalan Hayam Wuruk Nomor 30,
Jakarta, sejak berdiri 2 Oktober 1946 hingga 30 tahun kemudian.
IPHHOS (Indonesia Press Photo Services)
Koleksi foto
IPPHOS pada kurun waktu 1945-1949 konon berjumlah 22.700 bingkai foto. Namun,
hanya 1 persen yang terpublikasikan. Foto-foto IPPHOS tak hanya dokumentasi
pejabat-pejabat negara, tetapi juga rekaman otentik kehidupan masyarakat pada
masa itu.
Keluarga Mendur adalah putra daerah Kawangkoan,
Minahasa, Sulawesi Utara. Alex Mendur lahir pada 1907, sementara adiknya Frans
Mendur lahir tahun 1913. Frans belajar fotografi kepada Alex yang sudah lebih
dahulu menjadi wartawan Java Bode, koran berbahasa Belanda di Jakarta. Frans
lantas mengikuti jejak abangnya menjadi wartawan pada tahun 1935.
Foto monumental lain karya Alex Mendur adalah foto
pidato Bung Tomo yang berapi-api di Mojokerto tahun 1945, tetapi sering
dianggap terjadi di hotel Oranje, Surabaya. Foto monumental lain karya Frans
Mendur adalah foto Soeharto yang menjemput Panglima Besar Jendral Soedirman
pulang dari perang gerilya di Jogja, 10 Juli 1949.
Kala itu nama Mendur bersaudara sudah terkenal di
mana-mana. Keberadaan mereka diperhitungkan media-media asing. Namun, Mendur
bersaudara dan IPPHOS tetap idealis untuk loyal kepada Indonesia. Padahal,
secara etnis Minahasa, sebenarnya Mendur bersaudara bisa saja dengan mudah
merapat ke Belanda. IPPHOS tetap independen, di kala kesempatan bagi Mendur
bersaudara terbuka luas untuk meraup lebih banyak uang dengan bekerja untuk
media asing.
Meninggal
dalam sepi
Semasa hidupnya, Frans Mendur pernah menjadi penjual rokok di Surabaya. Di RS
Sumber Waras Jakarta pada tanggal 24 April 1971, fotografer pengabadi
proklamasi kemerdekaan RI ini meninggal dalam sepi.
Alex Mendur tutup usia pada tahun 1984 juga dalam keadaan serupa. Hingga tutup
usia, kakak-beradik Frans dan Alex Mendur tercatat belum pernah menerima
penghargaan atas sumbangsih mereka pada negara ini. Konon, mereka berdua pun
ditolak untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Baru pada 9 November 2009 Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono menganugerahi kedua fotografer bersejarah Indonesia ini, Alexius
Impurung Mendur dan Frans Soemarto Mendur, penghargaan Bintang Jasa Utama.
KOMPAS/ARIS PRASETYO Jolly Rompas, pengelola Tugu Pers Mendur, berdiri di
depan patung Alex Impurung Mendur (kiri) dan Frans Soemarto Mendur di Kelurahan
Talikuran, Kecamatan Kawangkoan, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, Rabu
(22/1/2014). Tugu Pers Mendur didirikan untuk mengenang jasa kakak beradik
tersebut yang mengabadikan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia lewat kamera
mereka. Keduanya adalah putra asli Minahasa.
Tugu Pers
Mendur
Untuk mengenang aksi heroik Mendur bersaudara, keluarga besar Mendur mendirikan
sebuah monumen yang disebut "Tugu Pers Mendur". Tugu ini berupa
patung Alex dan Frans serta bangunan rumah adat Minahasa berbentuk panggung
berbahan kayu.
Tugu Pers Mendur didirikan di Kelurahan Talikuran, Kecamatan Kawangkoan Utara,
Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, di tanah kelahiran mereka. Di dalam rumah
itu terdapat 113 foto karya Mendur bersaudara.
Presiden Yudhoyono meresmikan tugu ini pada 11 Februari 2013. Baca: Tugu
Pers Mendur, Pejuang Bersenjatakan Kamera
Dari uraian diatas dapat kita tarik peran Frans
Sumarto Mendur dibalik peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah sebagai
salah satunya tokoh yang berhasil mengabadikan 3 foto selama berlangsungnya
proklamasi kemerdekaan RI, yang tanpa jasanya peristiwa prolamasi hanya akan
menjadi cerita turun temurun, tnpa adanya bukti outentik.
Keteladanan :
1.
Nasionalismenya yang tinggi untuk
menyambut kemerdekaan RI
2.
Cerdas, dalam hal ini mengelabui
Jepang yang hendak merampas foto hasil jepretannya
3.
Pantang menyerah, meski mengetahui
bahaya dibalik tindakan nekatnya namun, beliau tidak takut